DenpasarViral.com, Denpasar – Minta maaf adalah salah satu cara meredam konflik dan memperbaiki sebuah hubungan yang retak. Kendati sekilas terasa melegakan, minta maaf tak melulu berdampak positif kesehatan fisik dan mental seseorang. Ada kalanya, minta maaf justru berdampak negatif bagi seseorang. “Tergantung niat meminta maaf. Dampaknya bisa positif atau negatif bagi kesehatan mental,” kata Daniel Watter, PhD, psikolog klinis di Morris Psychological Group New Jersey, seperti dilansir Everyday Health.
Watter menjelaskan, meminta maaf yang tidak didasari ketulusan bisa memicu emosi negatif seseorang. Efeknya bisa memicu depresi, gangguan kecemasan, stres, penyakit tukak lambung, nyeri otot, bahkan penyakit jantung. Demikian juga saat seseorang minta maaf dengan terpaksa tanpa dilandasi rasa benar-benar menyesal. Hal itu dapat mengikis rasa percaya diri seseorang.
Sebaliknya, saat minta maaf dilakukan dengan tulus dan dari lubuk hati paling dalam, seseorang bisa melepaskan diri dari jerat emosi negatif. Permintaan maaf yang tulus dapat memperbaiki suatu hubungan, mengurangi stres, menyeimbangkan hormon dan tingkat energi.
Terlepas dari dampak positif dan negatifnya bagi seseorang, minta maaf bukan sesuatu yang mudah bagi sebagian orang. Melansir Psychology Today, berikut alasan kenapa seseorang susah minta maaf menurut psikologi:
1. Bisa mengancam harga diri
Meminta maaf bagi orang yang tidak terbiasa legawa mengakui kesalahan bisa mengancam harga diri pribadinya. Orang tipe seperti ini susah meminta maaf karena hal itu bertentangan dengan karakter atau kepribadiannya.
Orang tipe ini punya pemikiran, jika mereka melakukan kesalahan berarti mereka jahat, jika lalai berarti mereka tidak peduli, jika salah berarti mereka bodoh. Oleh karena itu, meminta maaf bisa mengancam harga diri orang dengan tipe kepribadian tidak terbiasa legawa.
2. Bikin malu
Bagi sebagian orang, minta maaf bisa menjadi jalan pembebasan dari rasa bersalah. Tapi, bagi orang yang tidak legawa, minta maaf bisa jadi sesuatu yang memalukan.
Jika umumnya rasa bersalah bikin seseorang merasa tidak enak atas kekeliruan yang sudah dilakukan, tidak demikian dengan orang yang susah legawa. Mereka justru merasa tidak nyaman setelah merasa malu karena terpaksa meminta maaf. Rasa malu tersebut bahkan bisa membuat orang dengan tipe ini merasa diri mereka buruk. Lebih jauh, mereka yang terpaksa minta maaf bisa mengalami krisis identitas.
3. Takut memikul kesalahan orang lain
Beberapa orang merasa, dengan meminta maaf, seseorang otomatis menanggung tanggung jawab atas suatu persoalan. Dengan pemikiran tersebut, golongan ini juga merasa jika kesalahan pihak lain turut mereka tanggung.
Misalkan saat berdebat dengan pasangan. Orang yang punya pemikiran seperti ini merasa pasangannya tidak merasa bersalah sama sekali. Padahal, dalam setiap permasalahan, umumnya ada andil pihak lain. Dengan kata lain, jarang ada kesalahan tunggal.
4. Takut kesalahan lain jadi terungkap
Beberapa orang beranggapan minta maaf menjadi kesempatan untuk meredakan konflik interpersonal. Namun, ada juga yang merasa meminta maaf hanya menjadi pintu pembuka bagi tuduhan dan konflik lainnya.
Dengan meminta maaf, orang dengan tipe ini khawatir orang lain punya kesempatan untuk mengungkit semua kesalahan sebelumnya yang dilakukan orang tersebut. Sehingga, mereka enggan meminta maaf daripada menanggung risiko kesalahan lama yang ia lakukan bakal ikut diperhitungkan.
5. Khawatir pertahanan psikologis jebol
Beberapa orang yang emoh minta maaf, biasanya cenderung nyaman meluapkan emosinya dengan rasa marah, mudah tersinggung, atau jaga jarak. Emosi tersebut merupakan luapan rasa takut atau khawatir pertahanan psikologisnya hancur. Saat sudah hancur, mereka tidak berdaya untuk melindungi diri dari rasa sedih dan putus asa yang mendalam.
Beberapa persepsi keliru tersebut sebenarnya bersifat traumatis atau merusak kesehatan mental. Dengan bersikap legawa atau mau minta maaf dan mengakui kesalahan, seseorang sebenarnya dengan melakoni terapi untuk membangun kepercayaan pada orang lain. Dengan begitu, mereka bisa mendapatkan hubungan sosial berkualitas dengan orang lain. (DH/WS/DV).