DenpasarViral.com, Denpasar – Hari kedua setelah perayaan Saraswati dikenal dengan Soma Ribek, yang jatuh pada hari Senin Pon-Sinta dimana umat Hindu Dharma melakukan Widhi widana atau pemujaan kepada Sanghyang Tri Pramana yaitu Dewi Sri, Sadhana dan Dewi Saraswati dengan menghaturkan upakara di lumbung dan di pulu (tempat beras).
Makna dari hari suci Soma Ribek adalah hari suci untuk mensyukuri turunnya kemakmuran yang berupa padi dan beras pada khususnya dan pangan pada umumnya.
Soma Ribek merupakan jaringan hari raya yang erat hubungannya dengan Saraswati. Lalu apa hubungannya ilmu pengetahuan dengan kemakmuran?
Ilmu pengetahuan itu sumber kemakmuran. Tanpa pengetahuan kita akan menjadi bodoh, dari kebodohan kita akan sengsara. Sebaliknya kalau kita dibekali oleh pengetahuan yang bajik dan bijak, kita menjadi cerdas dan pintar, kita bisa mengolah dan meracik sesuatu menjadi hal yang berguna untuk diri sendiri dan orang lain. Tak beda dengan para petani, tanpa dibekali oleh pengetahuan yang cukup, mereka tidak akan menghasilkan panen yang maksimal.
Maka dari itu berawal dari hari pemujaan Saraswati, umat Hindu Bali, kemudian melaksanakan penyucian dirinya untuk kemudian mensyukuri kemakmuran yang mereka terima dari Hyang Widhi. Ritual dan Upakara Adapun upakara yang dihaturkan adalah nyahnyah, grinsing, geti-geti, pisang mas dan wewangian, dilengkapi dengan canang, dupa dan Tirtha, sebagai tanda syukur atas wara nugraha yang berupa amerta (pangan).
Yang menarik, pada hari suci Soma Ribek ada tradisi berpantang untuk menumbuk padi dan menjual beras.
Pantangan untuk menumbuk padi dan menjual beras ini tersurat dalam lontar Sundarigama. Yang melanggar pantangan itu dinyatakan akan dikutuk Ida Batara Sri “Ikang wang tan wenang anambuk pari, ngadol beras, katemah denira Batara Sri.”
Yang mesti dilakukan oleh umat manusia saat hari suci Soma Ribek adalah memuja Sang Hyang Tripramana (Dewa penguasa tiga situasi dunia) yakni kenyataan, tanda-tanda dan falsafah agama (tatwa).
Hari suci Soma Ribek sebetulnya sebagai hari pangan gaya Bali. Pada hari itulah orang Bali disadarkan tentang betapa pentingnya pangan dalam kehidupan ini. Tanpa pangan manusia tidak bisa hidup dan menjalani kehidupannya. Karenanya, manusia pantas berterima kasih dan mengucap syukur ke hadapan Sang Pencipta atas karunia pangan yang melimpah.
Adanya pantangan tidak menumbuk padi serta menjual beras saat Soma Ribek lebih sebagai bentuk sederhana dari penghormatan atas karunia pangan dari Sang Maha Ada. Pantangan semacam ini sama maknanya dengan pantangan menebang pohon saat hari Tumpek Pengatag. (DH/PA/DV)